Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

INDUN PENJUAL ES KELILING

 

Mendung masih menggantung meski airnya sudah tumpah ke bumi sedari tadi. Terlihat pelangi menghiasi cakrawala. Pagi itu  indun sedang mengambil rumput di sawah untuk dua sapinya. Indun adalah pemuda desa yang sangat rajin bekerja. Ia hanya lulusan SMA sederajat. Ayah ibunya tidak mampu untuk menyekolahkan sampai universitas. Ayah Indun hanya seorang penjual es jalanan. Kadang berjualan di depan sekolah. Menanti murid sepulang sekolah. Dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Indun juga memiliki 2 adik. Satu masih kelas 7 dan satunya masih kelas 5.

Saat ini  kegiatan Indun membantu kedua orang tuanya. Seperti mencari rumput dan menimba air di sumur. Untuk keperluan keluarganya di rumah.

“ Indun, air untuk memasak sudah habis. Tolong diaambilkan ya?” teriak emaknya dari dapur

“ iya mak, sebentar. Indun masih memberi makan sapi”. Jawab Indun dari kandang sapi.

Tak lama kemudian, Indun sudah datang dengan dua ember air dari sumur. Emaknya tersenyum melihat Indun yang sangat rajin. Tapi dalam hatinya sangat sedih. Mengingat ucapan Indun beberapa hari yang lalu. Indun bilang mau meneruskan belajarnya di universitas. Ia ingin kuliah, tapi emmak sama eppak nya tak mampu secara finansial. Indun hanya mengangguk. Tanda paham.

Indun memang anak yang sabar dan baik hati. Ia juga sering menolong temannya dan orang lain yang membutuhkan bantuan. Suatu hari bapaknya jatuh sakit. Untuk memenuhi kebutruhan keluarga, Indun menggantikan bapaknya berjualan es keliling.









“es, kami mau beli” teriak bocah – bocah desa itu. hari itu kebetulan hari minggu. Bocah – bocah desa bermain di lapangan. “ saya duluan kak, saya yang duluan“ ucap bocah – bocah yang kehausan.  Alhamdulillah “gumam Indun dalam hatinya. Es buatan emaknya memang legit. Es nya sederhana. Hanya campuran gula, santan dan diberi isian sagu mutiara. Tetapi yang menjadikan es eppak Indun ini sering laku adalah karena gulanya tidak pernah diberi pemanis buatan. Sehingga tidak membuat gatal di tenggorokan.

Pagi itu, setelah mencari rumput dan mengisi bak mandi dan bak air di dapurnya Indun langsung siap – siap dengan sepeda tua milik eppaknya berjualan es.  Seperti biasa ia membunyikan terompet kecil di sepedanya sepanjang jalan. Untuk memberi tanda kalau esnya sudah siap dijual. Target kali ini ke desa sebelah dan beberapa sekolah disana.

Hari berganti hari, eppak Indun sudah pulih dari sakitnya. Meski demikian, Indun tetap berjualan. Karena kini ia sudah sangat menikmati kehidupannya sebagai penjual es keliling. Suatu siang, ketika ia berjualan di depan sekolah menengah pertama. Ia menemukan sebuah dompet perempuan pas depan sepedanya. Terlihat dompet itu seperti ada isinya. Tapi Indun tidak membukanya karena takut. Siang itu juga ketika bel pulang sudah berbunyi, sengaja ia masih di depan sekolah meski esnya sudah habis terjual. Beberapa murid perempuan yang keluar dari sekolah itu ia hampiri. Untuk memberitahukan dompet yang ditemukannya tadi. Tapi tak satu pun murid yang mengakuinya.

Sesudah beberapa lama ia berdiri di depan sekolah, ia putuskan untuk menyerahkan dompet temuannya itu ke pihak sekolah. “ ada apa mas? “ Tanya seorang guru pada Indun. “ begini pak, tadi ketika saya berjualan es depan sekolah, saya menemukan dompet perempuan ini pas depan sepeda saya pak. Dari beberapa murid perempuan yang saya hampiri tidak ada yang mengaku . Ini  saya serahkan ke bapak untuk  diumumkan besok.”  “ oiya mas, akan kami umumkan besok. Kalau boleh tau, mas ini siapa?” Tanya guru tadi.

“ saya seorang penjual es keliling. Tadi sengaja mangkal di depan sekolah ini. Memang banyak sekali murid – murid yang membeli es saya pak. Maka dari itu saya khawatir dompet itu punya salah satu murid sekolah ini” ujar Indun.

“ oo,iya. Terimakasih ya mas”  “ sama – sama  pak. Saya pamit dulu”. Jawab Indun.

Keesokan harinya, di sekolah itu kedatangan wali murid yang bisa dibilang orang terpandang dan kaya.  Beliau menghadap bapak kepala sekolah.

“ silahkan duduk pak. Ada apa?” ujar bapak kepala sekolah. 

“ begini pak, dompet anak saya hilang. Kalau uangnya tidak seberapa, Cuma di dompet itu ada kalung pemberian neneknya yang sudah almarhum. Sebagai kenang – kenangan. Kemarin dibuka karena ketahuan gurunya. Anak saya lupa melepasnya seusai acara keluarga. Bagi yang menemukan akan dikasih imbalan yang pantas pak.” Kata bapak wali murid.

“ oiya, tadi ada salah satu guru ini yang memberikan dompet untuk diumumkan. Sampai bapak tadi datang kesini  belum ada yang menjemput. Ini dompetnya pak?” Tanya bapak kepala sekolah

“ iya betul pak. Siapa yang menemukan?” Tanya bapak wali murid

“ seorang penjual es yang mangkal depan sekolah ini pak”

“ oiya, biar nanti saya temui penjual es itu pak. Saya pamit dulu karena mau masuk ke kantor.”Ucap bapak wali murid.

Seperti biasa setelah Indun berkeliling desa, indun mangkal di sekolah menengah pertama seperti kemarin. Jam 12. 30, ada mobil berhenti di seberang jalan tempat Indun mangkal. Seorang bapak keluar dari mobil dan menghampiri Indun yang berdiri menunggu pembeli. Siang itu tidak ada penjual es lagi yang mangkal kecuali Indun. Karena awan mendung.

“ permisi nak, apa kamu yang kemarin menemukan dompet anak saya?”

“ anak bapak sekolah di depan sekolah ini ya? “ Tanya Indun

“ iya nak”. Jawab bapak yang turun dari mobil.

“ Kemarin saya memang menemukan dompet warna abu – abu pak, tapi sudah saya berikan ke guru di sekolah itu untuk diumumkan. saya tidak tahu isinya apa dan berapa pak. Karena saya juga takut” Indun menjelaskan.

“ iya benar nak. Ini ada sedikit imbalan buat kamu”

“ Jangan pak, saya ikhlas membantu. Tak sengaja melihat dompet putri bapak di bawah sepeda” ujar Indun

“ gak apa – apa nak. Bapak memang sudah berniat akan memberikan imbalan kepada siapa saja yang menemukannya. Karena di dompet itu ada kalung peninggalan ibu saya yang dipakai oleh putri saya.”

“ terimkasih banyak ya pak. Semoga bapak sekeluarga diberikan kebarokahan dalam rezeki.” Ucap Indun.

Di perjalanan pulang dari berjualan es, Indun berpikir untuk membuka warung es pinggir jalan. Ia juga punya ide akan mencampurkan beberapa buah dan susu ke dalam adonan es nya tadi. Tapi, ia harus punya modal untuk itu semua.

“Assalamualaikum”

“ waalaikumsalam”jawab emak dan eppaknya dari dalam rumah.

“ lihat mak, pak. Indun dapat ini dari seorang bapak bermobil tadi. Sebagai imbalan telah menemukan dompet putrinya kemarin di depan sekolah. Tempat Indun mangkal berjualan.”( sambal menunjukkan amplop)

“ Alhamdulillah” ujar emak eppaknya dengan wajah sumringah.

“ setelah ku hitung ternyata uang dalam amplop ini ada satu juta mak.” Kata Indun bahagia.

“ kira – kira Indun mau apakan uang itu?” Tanya emmaknya.

“ Indun ada rencana membuka warung es kecil - kecilan di pinggir jalan mak. Dengan nama warung es campur Indun. Nanti esnya itu dicampur buah dan susu mak. Selain santan dan sagu mutiara. Emmak dan eppak kan bisa bantu – bantu tanpa harus berkeliling. ” Kata Indun dengan bersemangat.

“ Apa cukup nak dengan uang satu juta?” Tanya emmaknya

“ Selama ini uang pemberian emmak dari saya berjualan es, sebagian ditabung. Bismillah cukup mak” ucap Indun.

Keesokan harinya Indun langsung ke kantor kepala desa. Untuk meminta ijin mendirikan warung pinggir jalan besar di desanya. Setelah disetujui Indun dan bapaknya bekerja membangun warung dari bambu. Sambi lalu dibantu beberapa tetangga rumahnya.

Satu minggu sudah berlalu. Warung es Indun sudah dibuka. Setiap hari pembelinya banyak. Tidak sampai sore es campur Indun sudah habis. Terkadang ada pesanan dari kantor ketika jam istirahat. Hari demi hari berlalu. Tak terasa sudah enam bulan Indun berjualan. Kini uang tabungannya bertambah. Uang yang ditabung itu adalah sisa dari yang diberikan kepada ibunya untuk kebutuhan hidup keluarganya.

Walapun ia sibuk dengan warung esnya, ia tak lupa setiap pagi mencari rumput untuk sapi – sapinya. Dan menimba air. Suatu hari …

“ Mak, Indun ijin mendaftar kuliah. Indun sudah cukup uang untuk mendaftar kuliah.” Tutur Indun.

“ Alhamdulillah, Indun qobul hajat untuk kuliah. Semoga usahamu semakin sukses sampai nanti lulus kuliah ya nak” tutur ibunya dengan wajah bahagia.

Bulan berganti bulan, tak terasa Indun sudah menempuh kuliah di semester 5. Warung esnya kini tambah sukses. Yang dulunya warung esnya terbuat dari bambu, kini sudah dibangun menggunakan batu dan semen. Indun juga mampu membeli tanah untuk warungnya saat ini.

Posting Komentar untuk "INDUN PENJUAL ES KELILING"