Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENDUNG MENGGELAYUT

 Ayam jantan mulai berkokok. Menandakan matahari sudah dalam ambang pembuka  pintu kehidupan hari itu. Embun mulai akan beranjak pergi tetapi masih menyisakan butiran-butiran tetesannya di dedaunan. Suasana dingin masih menyelimuti. Seperti dinginnya air di lemari es. Enggan rasanya tubuh ini untuk menyentuh air. Daun-daun semuanya diam tak berkutik seperti patung yang tak bernyawa. Angin tidak berhembus riuh seperti pada hari kemarin. Jam menunjukkan pukul 7 pagi namun matahari yang aku tunggu tak jua menampakkan wajahnya karena mendung hitam menyelimuti langit pagi.

Mendung hitam telah membawa aku pada lamunan-lamunan pagi itu serta  membawaku semakin ke dalam ingatan tentang diri ini seperti mendung yang tidak mau berpisah dengan awan biru. Mendung pagi ini begitu menghitam dan  tidak setitik air pun ditumpahkan ke bumi ini. Diam dan tak mau beranjak dari tempatnya. Suasana tampak sangat teduh.  Lamunan-lamunan ini semakin mengingatkanku tentang dosa yang masih belum berpisah dari jiwa dan raga. Diri pendosa yang masih saja mendosa.

Setiap manusia di dunia ini tak luput dari dosa karena tidak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah semata. Maha pemilik kehidupan. Seperti mendung pekat pagi itu tak kunjung jua meneteskan butir-butir airnya. Secara pemikiran akal manusia mendung pasti menyisakan basah pada bumi. Tapi tidak dengan pagi itu. Ini juga merupakan bukti bahwa tidak ada ciptaanNYA yang sempurna karena kekurangan-kekurangan pada manusia adalah pembuka pintu refleksi dan taubat kepadaNYA.

Wahai angin, berhembuslah! Agar mendung pekat ini segera beranjak dari peraduannya yang nyaman. Jangan biarkan lagi langit hitam ini menutupi seluruh langitmu. Bergegaslah pergi. Dan kembalilah setelah nanti diri ini benar-benar membutuhkanmu lagi. Semoga dosa-dosa yang menggantung pada jiwa dan raga ini berubah menjadi pintu taubat dan selalu bersyukur atas semua RahmatNYA. Aamiin

2 komentar untuk "MENDUNG MENGGELAYUT"